Manusia Indonesia dari Perspektif yang Beragam
Perjalanan pendidikan Indonesia telah melalui
proses panjang. Faktor soial-budaya, ekonomi dan politik mempengaruhinya sejak
masa penjajahan hingga kini. Faktor-faktor tersebut memberikan tantangan
tersendiri terlebih bagaimana proses pembelajaran dapat
berjalan. Mengingat semboyan yang menjadi rangkaian asas-asas
ke-Tamansiswaan yaitu "Asas Tri-Con" yang mengajarkan bahwa dalam
pertukaran kebudayaan dengan dunia luar harus kontinuitas dengan alam
kebudayaan sendiri, lalu konvergensi dengan kebudayaan lain, akhirnya jika
sudah bersatu dalam alam universal, bersama mewujudkan manusia yang konsentris.
Konsentris berarti bertitik pusat satu dengan alam-alam kebudayaan sedunia,
tetapi masih memiliki garis lingkaran sendiri-sendiri. Inilah suatu bentuk dari
sifat "Bhinneka Tunggal Ika". Identitas manusia Indonesia yang
lahir, tumbuh dan berkembang dalam kebhinekatunggalikaan mestinya selaras
dengan apa yang disampaikan KHD. Juga pemaknaan dari pendidikan adalah tempat
persemaian segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat
kebangsaan.
Perspektif sosiokultural dalam pendidikan
dimaknai sebagai interaksi antar manusia dalam suatu budaya berkaitan dengan
pendidikan. Interaksi yang dimaksud adalah kesesuaian yang berkesinambungan
mengenai sebuah peran, aturan serta nilai budaya. Kesesuaian ini tidak hanya
terbatas pada konteks interaksi saja, namun mencakup hal lain, salah satunya
adalah konteks pendidikan. (Nauvaliana Ashri, 2021).
Interaksi sosiokultural dalam pendidikan
menjadi penting karena dapat mencegah disintegrasi bangsa, baik yang disebabkan
oleh cemburu sosial maupun kurangnya rasa toleransi. Manusia dan kebudayaan
tidak dapat dipisahkan satu sama lain, manusia tertaut dengan tingkah laku,
norma dan ajaran budaya. Oleh karena itu, pendidikan saling terintegrasi dengan
kebudayan, pendidikan selalu berubah sesuai perkembangan kebudayaan karena
pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan dan sebagai cermin nilai-nilai
kebudayaan.
Pendidikan dalam bingkai keIndonesiaan
merupakan penegasan kesederajatan martabat manusia Indonesia. Meskipun manusia
Indonesia lahir, hidup dan berkembang dalam kebhinekaan, namun hal tersebut
tidak membagi golongan minoritas dan mayoritas untuk memecah kesatuan dan
persatuan. Dalam prespektif pendidikan, keberagaman sosio-kultural justru
dimaknai sebagai salah satu upaya untuk mengurangi pengaruh budaya asing dengan
menerapkan pembelajaran sosiokultural untuk menuntun karakter peserta
didik. Hal ini selaras dengan dasar-dasar pendidikan yang dipaparkan oleh KHD
bahwa pendidikan dengan sistem barat tidaklah selalu buruk, sebagai bangsa kita
boleh mengadopsi sistem negara manapun kemudian kita terapkan untuk Indonesia,
namun jangan lupakan pendidikan kultural dan nasional serta ajarkan nilai-nilai
luhur yang menjadi identitas manusia Indonesia. Manusia Indonesia memiliki identitas
religius dan meyakini adanya Tuhan, maka sistem pendidikan di Indonesia selalu
menyelipkan pendidikan agama di dalamnya.
Dari paparan di atas, penulis menyimpulkan
bahwa dalam perjalanan pendidikan Indonesia dari dahulu hingga sekarang telah
melalui proses yang panjang dan dalam prosesnya selalu menyelaraskan dengan
identitas manusia Indonesia dan nilai-nilai luhur yang ada dijadikan akar dalam
menyusun pendidikan karakter untuk tetap mempertahankan ke-khasan manusia
Indonesia. Proses belajar yang disesuaikan dengan fase perkembangan peserta
didik dan kultur yang berbeda-beda di setiap daerah. Pendidikan keagamaan
sebagai implementasi dan penggambaran atas identitas manusia Indonesia yang
religius dan sebagai bangsa yang berkeTuhanan.
Pesan
kunci:
Sebagai bentuk pemahaman penulis mengenai
materi Topik 1, 2, dan 3 yang dikaitkan dengan sosiokultural dan psikologi
perkembangan, maka identitas manusia Indonesia merupakan identitas unik yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia saja, manusia Bhineka Tunggal Ika, manusia
Pancasila dan manusia religius, dan dijadikan sebuah landasan dalam mengimplementasikan
pendidikan nasional.
Komentar
Posting Komentar